Struktur Kelembagaan ASN 2023: Presiden Punya Wewenang Tertinggi, Ini Tugas Kementerian Terkait
Home » Struktur Kelembagaan ASN 2023: Presiden Punya Wewenang Tertinggi, Ini Tugas Kementerian Terkait

Struktur Kelembagaan ASN 2023: Presiden Punya Wewenang Tertinggi, Ini Tugas Kementerian Terkait

twibbonews.com –  Struktur Kelembagaan ASN 2023: Presiden Punya Wewenang Tertinggi, Ini Tugas Kementerian Terkait. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali menegaskan peran strategis Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan dan pembinaan ASN. Dalam Pasal 26, dijelaskan bahwa presiden memiliki wewenang penuh dalam menetapkan arah manajemen ASN nasional. Namun, untuk menjalankan kekuasaan tersebut secara efisien, sebagian kewenangan didelegasikan kepada kementerian dan/atau lembaga negara.

Penataan kelembagaan ASN ini menjadi langkah penting dalam menciptakan sistem manajemen ASN yang profesional, efisien, dan berbasis sistem merit. Dengan penguatan peran kelembagaan, pemerintah menargetkan pembenahan birokrasi yang lebih terintegrasi dan mampu merespons tantangan zaman.

Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan Tertinggi

Dalam ayat (1) Pasal 26 UU ASN 2023 disebutkan bahwa Presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN. Hal ini menunjukkan posisi strategis Presiden dalam memimpin reformasi birokrasi nasional dan memastikan ASN bekerja sesuai prinsip meritokrasi dan akuntabilitas publik.

Sebagai pemimpin eksekutif tertinggi, Presiden berperan tidak hanya dalam penetapan kebijakan besar, tetapi juga dalam mengarahkan visi profesionalisme ASN ke depan. Presiden memiliki kendali atas seluruh kebijakan strategis yang menyangkut reformasi aparatur, pengembangan kapasitas ASN, hingga penguatan sistem pengawasan dan evaluasi kinerja pegawai negeri.

Delegasi Wewenang ke Kementerian dan Lembaga

Untuk mengelola urusan ASN secara teknis dan administratif, Presiden mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada kementerian dan/atau lembaga negara. Delegasi tersebut dijelaskan dalam ayat (2) Pasal 26 yang mencakup empat bidang utama, yaitu:

  1. Perumusan dan penetapan kebijakan strategis, koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan manajemen ASN.
    Kementerian atau lembaga yang diberi kewenangan di bidang ini bertugas menyusun arah kebijakan besar, menyelaraskan antarinstansi, serta mengontrol implementasi kebijakan ASN secara menyeluruh.

  2. Perumusan dan penetapan kebijakan teknis serta pembinaan, penyelenggaraan, dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan teknis pengembangan kapasitas dan pembelajaran ASN.
    Wewenang ini mencakup peningkatan kompetensi, pelatihan berkelanjutan, serta sistem pembelajaran bagi seluruh pegawai ASN.

  3. Perumusan dan penetapan kebijakan teknis, pembinaan, penyelenggaraan pelayanan, dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan teknis manajemen ASN.
    Fokus pada aspek administratif dan operasional pengelolaan ASN, termasuk tata kelola perekrutan, mutasi, promosi, dan sistem kerja ASN.

  4. Pengawasan penerapan sistem merit.
    Sistem merit merupakan fondasi utama dalam seleksi dan pengembangan ASN berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, bukan karena hubungan politik atau kekerabatan.

Koordinasi Rencana Kerja Lintas Lembaga

Pada ayat (3), UU ASN menegaskan bahwa kementerian yang diberi tugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan strategis juga memiliki tanggung jawab untuk mengoordinasikan rencana kerja lintas lembaga. Ini penting untuk menjamin bahwa semua unit pemerintah bergerak dalam satu arah kebijakan dan tidak bekerja secara sektoral atau terpisah.

Kementerian terkait juga bertugas menyinkronkan dan mengendalikan pelaksanaan tugas-tugas teknis lainnya yang diuraikan dalam huruf b, c, dan d dari ayat (2). Artinya, selain menjadi pembuat kebijakan, kementerian ini juga berperan aktif dalam memastikan bahwa kebijakan dijalankan sesuai rencana dan target.

Kebijakan Teknis Harus Dikonsultasikan ke Menteri

Ayat (4) menyatakan bahwa kebijakan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c hanya bisa ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan Menteri. Ketentuan ini menguatkan prinsip tata kelola yang terintegrasi dan mencegah tumpang tindih kebijakan antara kementerian dan lembaga. Konsultasi dengan Menteri diperlukan untuk menjaga keselarasan strategi nasional serta memastikan pelaksanaan teknis tetap sejalan dengan kebijakan makro pemerintahan.

Peraturan Presiden Sebagai Payung Hukum Teknis

Lebih lanjut, ayat (5) Pasal 26 menyebutkan bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian/lembaga dalam kerangka kelembagaan ASN akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden (Perpres). Hal ini memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan rinci mengenai pelaksanaan fungsi kelembagaan ASN.

Dengan Perpres, akan ditentukan pembagian tugas antarunit kerja, mekanisme pengawasan internal, serta prosedur koordinasi antara kementerian teknis dan lembaga pelaksana. Perpres ini menjadi dokumen penting untuk menata ekosistem manajemen ASN yang efisien dan profesional.

Menjaga Akuntabilitas dan Kinerja ASN

Kelembagaan ASN yang terstruktur sesuai Pasal 26 menjadi pondasi dalam menjamin kualitas dan akuntabilitas kinerja ASN. Delegasi wewenang dari Presiden kepada kementerian dan lembaga bukan sekadar formalitas, tetapi ditujukan untuk menjamin pelaksanaan kebijakan yang efektif hingga ke tingkat operasional.

Kementerian/lembaga memiliki tanggung jawab dalam membina, mengembangkan, dan mengawasi ASN agar bekerja berdasarkan prinsip merit, profesionalisme, dan integritas. Dengan sistem kelembagaan yang jelas, ASN diharapkan tidak hanya menjalankan tugas administratif, namun juga menjadi pelayan publik yang adaptif dan inovatif.

Pentingnya Sistem Merit Dalam Manajemen ASN

Salah satu poin penting yang ditegaskan dalam regulasi ini adalah pengawasan terhadap penerapan sistem merit. Sistem merit mencegah praktik nepotisme, kolusi, dan diskriminasi dalam pengelolaan ASN. Dengan sistem ini, setiap ASN memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang berdasarkan kapabilitas dan hasil kerja, bukan karena kedekatan politik atau jabatan.

Sistem merit juga berdampak positif terhadap profesionalisme birokrasi, karena akan terbentuk lingkungan kerja yang kompetitif dan produktif. Pemerintah menempatkan sistem merit sebagai pilar utama dalam reformasi birokrasi Indonesia.

Menuju Reformasi Birokrasi yang Nyata

Dengan penegasan kelembagaan dalam UU ASN 2023 ini, pemerintah menunjukkan keseriusan dalam melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh. Dari pusat hingga daerah, setiap lembaga kini memiliki kerangka kerja yang lebih terstruktur dan memiliki payung hukum yang kuat.

Upaya ini juga selaras dengan visi besar Indonesia menuju birokrasi kelas dunia yang melayani, profesional, dan akuntabel. Kolaborasi antarinstansi, penguatan kelembagaan, dan sinergi pusat-daerah akan menjadi kunci sukses dari penerapan manajemen ASN yang baru.

Kesimpulan

Pasal 26 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara menegaskan bahwa Presiden memegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan dan manajemen ASN. Namun dalam praktiknya, sebagian wewenang tersebut didelegasikan kepada kementerian dan/atau lembaga teknis agar pelaksanaan kebijakan bisa dilakukan secara lebih efektif dan teknokratis.

Penataan kelembagaan ASN ini mencakup perumusan kebijakan strategis dan teknis, pembinaan, pengembangan kapasitas ASN, hingga pengawasan sistem merit. Dengan koordinasi yang kuat antarinstansi, serta dukungan regulasi melalui Peraturan Presiden, kelembagaan ASN diharapkan mampu menjawab tantangan modernisasi birokrasi dan pelayanan publik.

Melalui penguatan kelembagaan ini, harapan untuk menciptakan ASN yang profesional, berintegritas, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat kini semakin nyata. Pemerintah tak lagi hanya menyusun rencana, tetapi mulai membangun fondasi birokrasi yang berdampak bagi rakyat.

Scroll to Top