Aturan Lengkap Pemberhentian Kepala Sekolah Berdasarkan Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025

Aturan Lengkap Pemberhentian Kepala Sekolah Berdasarkan Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025

twibbonews.com –  Aturan Lengkap Pemberhentian Kepala Sekolah Berdasarkan Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan aturan baru mengenai jabatan kepala sekolah dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2025. Salah satu bagian penting dalam aturan tersebut adalah BAB V tentang Pemberhentian Kepala Sekolah, yang memberikan kejelasan terkait alasan, proses, serta pihak yang memiliki wewenang dalam memberhentikan kepala sekolah dari jabatannya.

Pasal 28 pada peraturan ini menyebutkan bahwa kepala sekolah dapat diberhentikan dari penugasannya dalam kondisi tertentu yang telah ditentukan secara jelas dan terperinci. Hal ini menjadi pedoman resmi bagi pemerintah daerah, yayasan, serta pihak-pihak lain yang bertanggung jawab atas pengelolaan satuan pendidikan.

Alasan Kepala Sekolah Dapat Berhenti dari Tugas

Kepala sekolah sebagai bagian dari jabatan strategis dalam pendidikan memiliki masa tugas yang tidak berlaku seumur hidup. Pasal 28 ayat (1) menetapkan bahwa seorang kepala sekolah dapat berhenti dari jabatannya karena beberapa alasan, antara lain:

  • Meninggal dunia,

  • Mengajukan permintaan sendiri,

  • Diberhentikan oleh pihak yang berwenang.

Dari ketiga penyebab utama di atas, pemberhentian karena alasan administratif menjadi hal yang paling memerlukan pengaturan rinci. Maka pada ayat selanjutnya dalam pasal tersebut dijelaskan alasan-alasan yang menjadi dasar pemberhentian kepala sekolah.

Penyebab Administratif Pemberhentian Kepala Sekolah

Pasal 28 ayat (2) merinci 10 kondisi yang menyebabkan seorang kepala sekolah diberhentikan secara administratif, yaitu:

  1. Mencapai batas usia pensiun guru.
    Kepala sekolah yang telah memasuki usia pensiun wajib diberhentikan secara resmi dari tugasnya sesuai ketentuan perundang-undangan.

  2. Masa penugasan sebagai kepala sekolah telah berakhir.
    Jika periode penugasan yang ditetapkan sebelumnya telah habis, maka jabatan tersebut dapat diberhentikan atau diperpanjang sesuai evaluasi.

  3. Melakukan pelanggaran disiplin tingkat sedang atau berat.
    Kepala sekolah yang terbukti melanggar etika atau aturan disiplin kerja akan diberhentikan sesuai proses hukum kepegawaian.

  4. Diangkat ke jabatan lain di luar fungsional guru.
    Jika seseorang diangkat dalam jabatan struktural lain, maka secara otomatis tidak dapat merangkap sebagai kepala sekolah.

  5. Tidak melaksanakan tugas atau mengalami halangan tetap selama lebih dari enam bulan berturut-turut.
    Ketidakhadiran dalam jangka waktu lama tanpa alasan yang dapat diterima menjadi dasar pemberhentian.

  6. Dijatuhi hukuman pidana berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
    Kepala sekolah yang tersangkut kasus pidana dan divonis bersalah oleh pengadilan akan kehilangan hak jabatannya.

  7. Penilaian kinerja tidak mencapai predikat “Baik”.
    Setiap kepala sekolah akan dinilai secara berkala, dan jika hasil evaluasi menunjukkan kinerja buruk, maka ia dapat diberhentikan.

  8. Menjalani tugas belajar selama enam bulan berturut-turut atau lebih.
    Kepala sekolah yang menjalani studi lanjutan dalam jangka panjang tidak bisa merangkap jabatan pimpinan sekolah.

  9. Menjadi anggota partai politik.
    Kepala sekolah tidak diperbolehkan terlibat aktif dalam kegiatan politik praktis.

  10. Menduduki jabatan negara.
    Jika kepala sekolah menjabat sebagai pejabat negara, maka harus melepaskan jabatan pendidikannya.

Penugasan Kembali Setelah Pemberhentian

Menariknya, peraturan ini juga memberi ruang bagi kepala sekolah yang diberhentikan karena alasan tertentu untuk kembali menjalankan tugas sebagai guru. Dalam ayat (3) disebutkan bahwa kepala sekolah yang diberhentikan karena:

  • masa tugas telah berakhir,

  • berhalangan tetap,

  • menjalani studi lanjut,

  • atau menjabat sebagai pejabat negara,

masih dapat ditugaskan kembali dalam jabatan fungsional guru. Ketentuan ini memperjelas bahwa pemberhentian sebagai kepala sekolah tidak serta-merta mengakhiri status kepegawaiannya sebagai pendidik.

Dengan adanya aturan ini, pemerintah menunjukkan bahwa sistem penugasan dan pemberhentian kepala sekolah berjalan secara profesional dan tidak bertendensi politik, sekaligus memberi jaminan keberlanjutan karier bagi guru yang berkompeten.

Siapa yang Berwenang Memberhentikan Kepala Sekolah?

Pasal 28 ayat (4) menyebutkan bahwa proses pemberhentian kepala sekolah harus dilakukan oleh pihak yang secara hukum memiliki kewenangan. Ketentuan ini dibagi menjadi tiga kategori sesuai jenis dan penyelenggara satuan pendidikan:

  • Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk kepala sekolah di sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

  • Pimpinan penyelenggara satuan pendidikan masyarakat untuk kepala sekolah pada sekolah swasta yang dikelola oleh yayasan atau lembaga masyarakat.

  • Pejabat yang berwenang untuk kepala sekolah di Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN), sesuai struktur organisasi Kementerian Pendidikan dan Kementerian Luar Negeri.

Dengan ketentuan ini, setiap bentuk pemberhentian memiliki dasar hukum dan struktur prosedural yang sah, sehingga menjamin keadilan dan akuntabilitas dalam sistem pendidikan nasional.

Dampak Kebijakan terhadap Praktik Pendidikan

Implementasi dari pasal ini akan berdampak besar pada ekosistem pendidikan, terutama dalam aspek manajemen kepala sekolah. Penetapan alasan yang terukur dan wewenang yang jelas menghindarkan kepala sekolah dari risiko pemberhentian semena-mena. Kepala sekolah juga dituntut untuk menjaga kinerja, disiplin, dan profesionalisme selama menjabat.

Sementara itu, bagi pemerintah daerah dan pengelola sekolah swasta, peraturan ini memberi arah yang tegas tentang tata kelola kepemimpinan sekolah. Proses seleksi hingga pemberhentian harus mengacu pada standar dan evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Penutup

Dengan diberlakukannya Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025, pemerintah menunjukkan komitmennya untuk membangun tata kelola kepala sekolah yang profesional, adil, dan akuntabel. Pasal 28 secara gamblang mengatur alasan-alasan pemberhentian kepala sekolah, memberikan perlindungan terhadap posisi pendidik yang memenuhi syarat, serta menetapkan otoritas resmi yang berwenang dalam proses pemberhentian.

Peraturan ini diharapkan menjadi acuan dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan di seluruh Indonesia, serta memperkuat kualitas dan stabilitas kepemimpinan di satuan pendidikan. Kepala sekolah diharapkan dapat terus meningkatkan kompetensi dan integritasnya demi keberlangsungan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan.

Scroll to Top